Selasa, 30 Juli 2013

Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah Kepada Bank

Pada tanggal 28 Februari 2013 Bank Indonesia mengeluarkan aturan tentang pelaksanaan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank. Aturan apakah ini sebenarnya? Siapa saja yang terkena dampaknya?

Ketentuan ini No.15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013 sebagaimana dapat diakses pada link berikut ini http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/47BA1E81-21ED-480C-B4E2-23830F49D420/28377/se_150314.pdf

Sebenarnya tidak banyak yang berubah dari aturan ini karena sebenarnya sudah ada sejak tahun 2008. Siapa saja yang terkena dampaknya adalah seluruh masyarakat baik itu institusi ataupun lembaga seperti PVA Bukan Bank. Aturan ini sebenarnya ingin menjaga bahwa pemenuhan valas dilakukan untuk kepentingan yang jelas underlyingnya sehingga terjaga kestabilan rupiah.

Namun kalau dicermati dalam ketentuan ini ada perlakukan khusus terhadap transaksi PVA baik itu PVA Bank atau PVA Bukan Bank bahwa transaksi dibatasi hanya maksimal USD 100,000 per bulan dan hanya dapat dilayani dengan penyerahan secara fisik Uang Kertas Asing (UKA) dari Bank kepada PVA tidak dengan pemindahbukuan ke rekening valas.

Apakah PVA yang memiliki transaksi lebih dari USD 100,000 per bulan tidak dapat mendapatkan layanan pembelian UKA? Untuk PVA yang memiliki transaksi bulanan lebih dari USD 100,000 maka PVA harus menyerahkan dokumen  transaksi PVA dengan identitas Nasabah PVA selain itu PVA juga diminta untuk menyampaikan data transaksi selisih antara total penjualan valuta asing dengan total pembelian valuta asing (net jual) PVA kepada nasabah.

Secara umum ketentuan ini bertujuan untuk menertibkan transaksi PVA dengan perbankan sehingga tujuan untuk menjaga kestabilan Rupiah melalui nilai tukar dapat terus dijaga.

Terlampir F&Q ketentuan ini, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/47BA1E81-21ED-480C-B4E2-23830F49D420/28379/faq_se_150314.pdf

 

Selasa, 18 Desember 2012

Modus-Modus Pencucian Uang

Sejak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak kasus-kasus korupsi yang diangkat ke meja hijau. Hal ini tidak terlepas dari peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mendukung penuh gerakan anti korupsi dengan rezim anti pencucian uang. PPATK melakukan analisis transaksi keuangan berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan oleh lembaga keuangan dalam bentuk laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai
Laporan transaksi keuangan tunai adalah seluruh transaksi yang dilakukan oleh nasabah lembaga keuangan dengan nilai lebih dari Rp 500 juta. Sedangkan laporan transaksi keuangan mencurigakan adalah laporan yang disampaikan oleh lembaga keuangan terhadap transaksi nasabah yang dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan profil nasabah.

Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP TPPU) menambahkan ketentuan baru yang memperluas mekanisme pelaporan, dari yang semula hanya berlaku bagi penyedia jasa keuangan, menjadi berlaku pula bagi penyedia barang dan/atau jasa lain di luar jasa keuangan, yaitu :
1. Perusahaan properti/agen properti;
2. Pedagang kendaraan bermotor;
3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4. Pedagang barang seni dan antik; dan
5. Balai lelang.
 
Perluasan pihak pelapor menjadi Penyedia Barang dan/atau Jasa (PJB) berdasarkan riset yang dilakukan oleh PPATK yang telah lama menemukan modus operandi TPPU melalui pembelian barang-barang berharga oleh para pelaku kejahatan. Para pelaku kejahatan tidak pernah membatasi diri untuk mengeksploitasi setiap celah yang bisa digunakan untuk membuat kekayaannya yang berasal dari hasil kejahatan menjadi tampak sah-melalui pencucian uang-termasuk melalui pembelian barang-barang berharga atau bernilai tinggi, seperti properti (rumah, tanah, dan aset tidak bergerak lainnya), mobil mewah, perhiasan dan logam mulia, juga barang-barang seni dan barang antik.
 
Tahapan pencucian uang terbagi menjadi 3 tahap yaitu placement, layering, integration. Hal ini dilakukan khusunya pada lembaga keuangan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
 
Placement
Merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu aktifitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrument keuangan ( cheques, money oerders ) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan direkening bank yang berada di lokasi lain. Placement dapat juga dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara lain dan menggabungkan uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.

Layering

Yang diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu aktifitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang di desain untuk menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “ haram “ tersebut. Dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.

Integration

Merupakan upaya menetapkan landasan sebagai suatu legitimate explanation bagi hasil kejahatan. Uang yang “ dicuci “ melalui placement maupun layering dialihkan kedalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukan kembali kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum.
 
Dalam pencucian uang menyangkut modus operandi yang dilakukan, terdapat beberapa modus yang sering digunakan, yaitu :
1.      Kerjasama Penanaman Modal
Dalam modus operandi seperti ini, maka uang hasil kejahatan tersebut dibawa ke luar negeri, kemudian uang tersebut dimasukkan ke dalam negeri melalui proyek-proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya keuntungan dari perusahaan joint venture tersebut diinvetasi lagi ke dalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah merupakan uang yang bersih bahkan sudah terkena potongan pajak.
2.      Agunan Kredit
Dalam hal ini, uang hasil kejahatan diselundupkan terlebih dahulu ke luar negeri, dimana di luar negeri tersebut uang tersebut disimpan di bank-bank tertentu. Dari bank di luar negeri tersebut, uang ditransfer ke bank di Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian deposito tersebut dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di Negara lain (misalnya salah satu bank di Eropa). Uang dari pinjaman tersebut kemudian ditanamkan kembali ke Negara asal dimana kejahatan yang menghasilkan uang tersebut dilakukan dan uang yang demikian sudah menjadi uang yang bersih.
3.      Tranfer ke Luar Negeri
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut ditransfer ke luar negeri melalui cabang bank luar negeri di Negara asal kejahatan. Selanjutnya, dari luar negeri uang tersebut dibawa kembali ke dalam negeri oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
4.      Usaha tersamar di dalam negeri
Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi soal apakah uang tersebut mengalami keuntungan dan kerugian. Akan tetapi, seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan telah mengahasilkan uang bersih.
5.      Tersamar dalam perjudian
Dalam hal ini dengan uang hasil kejahatan tersebut didirikanlah suatu perusahaan perjudian, sehingga seolah-olah uang tersebut sebagai hasil dari usaha judi tersebut. Atau dibeli nomor undian berhadiah dengan nomor yang menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga seolah-olah uang tersebut adalah hasil menangnya undian tersebut.
6.      Penyamaran dokumen
Dalam metode ini, uang tersebut tidak kemana-mana melainkan tetap di tempat yaitu di dalam negeri. Namun demikian, keberadaan uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa dokumen tersebut misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor-impor, sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari bisnis ekspor-impor tersebut.
7.      Pinjaman Luar Negeri
Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar negeri. Kemudian uang tersebut dimasukkan kembali ke Negara asalnya dalam bentuk pinjaman luar negeri. Jadi, seolah-olah uang tersebut diperoleh karena pinjaman (bantuan kredit) luar negeri.
8.      Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut tidak dibawa kemana-mana , tetapi tetap di Negara asal kejahatan. Namun demikian, dibuat rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut.
 
Dengan beberapa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku pencucian uang ini, instrument yang digunakan untuk praktek pencucian uang tersebut mereka mempergunakan antara lain:
 
1.      Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, Banyak jasa yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya yang dapat digunakan untuk mencuci uang hasil kejahatan. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya ini berupa jasa untuk :
a.       Penukaran uang hasil kejahatan, misalnya menukar pecahan kecil dengan pecahan besar.
b.      Penukaran uang hasil kejahatan dengan simpanan dengan nama palsu
c.       Penggunaan Safe Deposit Box untuk menyembunyikan uang hasil kejahatan
d.      Penggunaan fasilitas transfer, dimana uang hasil kejahatan ditranfer ke tempat yang diinginkan.
e.       Penggunaan fasilitas transfer dana elektronis (electronic fund transfer) untuk membayar transaksi yang tidak sah (seperti transaksi narkotika), atau menyimpan/ mendistribusikan hasil transaksi yang tidak legal tersebut
2.      Perusahaan swasta, untuk itu didirikan perusahaan-perusahaan swasta dari uang hasil kejahatan untuk maksud transaksi fiktif. Dengan demikian, seolah-olah perusahaan swasta tersebut memberikan keuntungan yang sah.
3.      Real Estate, Pencucian uang juga dapat dilakukan dengan cara membeli dan menyewakan real estate. Untuk memudahkan operasionalnya, para pelaku tindak pidana pencucian uang dapat memberikan perusahaan real estate, yang akan bertindak sebagai agen atau pemborong.
4.      Deposit Taking dan Money Changer, Keberadaan Deposit Taking Intitution (DTI) juga merupakan sarana yang ampuh bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pihak Deposit Taking Institution (DTI) seperti chartered bank, trust company atau credit union, memberikan banyak kemudahan bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang. Misalnya saja sistem kliring yang efisien, lokasinya yang berada dalam negara yang stabil serta ekonomis dan politis, prinsip kerahasiaan bank yang sangat di pegang teguh, dan lain-lain. Cara-cara pencucian uang dengan menggunakan Deposit Taking Institution (DTI), antara lain dengan cara transfer uang melalui teleks dan surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintah.
5.      Institusi Penanaman Modal Asing, Pihak yang melakukan tindak pidana pencucian uang ini kadangkala memanfaatkan pihak institusi penanaman modal asing, dimana pihak penanaman modal asing bertindak sebagai perantara antara mafia kejahatan dengan pihak perbankan, dan dalam hal ini nantinya uang tersebut akan didepositkan kepada bank tersebut.
6.      Pasar Modal, dimana lembaga pasar modalj uga merupakan tempat yang menguntungkan bagi pihak pelaku tindak pidana pencucian uang untuk mencuci uang hasil kejahatannya misalnya dilakukan dengan membeli efek-efek yang ditawarkan di pasar modal lewat pihak broker, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas pelaku, misalnya dengan menggunakan rekening orang lain atau dapat juga dilakukan dengan melakukan suatu penempatan dana pribadi ( private placement ) ke dalam suatu perusahaan dimana perusahaan tersebut kemudian go public di pasar modal. Selain pasar modal, pasar uang ( baik nasional maupun internasional ) juga sering digunakan oleh pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang tersebut.
7.      Emas dan Barang Antik, dapat juga uang hasil kejahatan dicuci atau diputihkan dengan jalan membeli emas dan barang antic, sehingga diharapkan dengan pembelian tersebut, uang hasil kejahatan tersebut sudah berubah bentuk. Kemudian pada waktu yang tepat, emas dan barang antic tersebut dijadikan uang kembali sehingga setelah itu uang tersebut sudah menjadi bersih kembali.
Dengan adanya praktek pencucian uang ini yang dilakukan oleh para pelaku dengan mempergunakan instrument yang biasa dilakukan serta dibarengi dengan modus operandi agar terlaksana kegiatan pencucian uang tersebut perlu dilakukan upaya pencegahan agar lembaga keuangan tidak digunakan sebagai sarana tempat pelaku melakukan tindak pidana pencucian uang..
 
 
 
 
 

Rabu, 20 Juli 2011

Undang-Undang Mata Uang dan Konsekuensinya

Belum lama ini, DPR dan Presiden baru saja menyetujui RUU Mata Uang yang disetujui tanggal 28 Juni 2011. Undang-Undang Mata Uang tersebut secara tegas mewajibkan seluruh transaksi keuangan menggunakan Rupiah. Apakah hal ini mempengaruhi transaksi dengan jual dan beli valuta asing?


Di Pasal 21 Undang-Undang Mata Uang No. 7 tahun 2011 disebutkan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian setiap aktivitas ekonomi wajib menggunakan Rupiah sebagai satuan mata uang. Kita mungkin paling sering melihat iklan di koran tentang harga komputer atau laptop yang dinyatakan dalam satuan mata uang Dollar. Penjual laptop atau komputer wajib menerima pembayaran dari pembeli dengan satuan Rupiah, tidak boleh memaksa pembeli untuk membayar dengan Dollar. Sanksi untuk penolakan ini adalah pidana penjara 1 tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 1.

Bagaimana implikasinya terhadap bisnis PVA? Secara bisnis PVA justru diuntungkan. Karena hal ini secara tidak langsung memperkuat pentingnya keberadaan PVA di Republik ini. Kenapa begitu? Karena setiap penduduk yang memiliki valas atau warga negara asing yang memiliki valas ketika akan melakukan transaksi pembayaran wajib menggunakan Rupiah. Namun memang belum bisa dibuktikan secara empiris bahwa UU ini akan berdampak positif karena UU ini pun baru seumur jagung.

Undang-Undang Mata Uang ini juga mempertegas bahwa Rupiah merupakan mata uang Republik Indonesia sehingga perlakuan terhadap Rupiah tidak boleh melanggar ketentuan seperti merusak atau mengubah bentuk rupiah dengan tujuan untuk merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara dapat dipidana dengan pidana penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 1milyar.

Berikut ini link untuk melihat softcopy UU Mata Uang

Selasa, 18 Januari 2011

Keinginan saja belum cukup!!

Sebagaimana posting artikel terakhir tentang Pengiriman Uang Bagian 2 disebutkan bahwa terdapat Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pedagang Valuta Asing yang baru dengan No.12/22/PBI/2010 tanggal 22 Desember 2010. PBI ini memberikan peluang kepada PVA untuk dapat melakukan aktivitas pengiriman uang dengan persyaratan tertentu. Adakah hal-hal yang perlu diketahui masyarakat umum? Karena keinginan saja tidak cukup untuk bisa mendapatkan izin menjadi penyelenggara pengiriman uang (KUPU).


Beberapa PVA yang sudah memiliki izin dari BI tentunya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjadi penyelenggara pengiriman uang (KUPU). Bisnis yang sudah banyak digeluti oleh lembaga-lembaga non bank lainnya seperti PT Pos, TIKI, Pegadaian sekarang pun akhirnya bisa dilakukan oleh PVA Bukan Bank. Suatu kesempatan emas jika melihat potensi pengiriman uang dari tenaga kerja Indonesia yang ada di luar negeri.

Mungkin di antara kita pernah mendengar bagaimana sulitnya para TKI tersebut mengirimkan uang dari negara tempatnya bekerja. Kendala-kendala ini menciptakan peluang usaha yang disebut pengiriman uang dengan sistem hawala. Penyelenggara pengiriman uang ini biasanya tidak berizin dan tidak adanya perlindungan bagi pengirim uang. Cara kerjanya sangat sederhana karena didasarkan pada prinsip kepercayaan kedua belah pihak (pengirim/nasabah dan penyelenggara pengiriman uang.

Karena itu peluang ini bisa ditangkap oleh PVA Bukan Bank dengan melakukan ekstensifikasi cakupan usaha menjadi pelaku pengiriman uang. Dengan berbagai metode antara lain:
1. Bekerjasama dengan institusi pengiriman uang yang memiliki jaringan internasional seperti money gram, western union atau perusahaan sejenis lainnya.

2. Bekerjasama dengan perusahaan remittance yang terdaftar di luar negeri. Contoh misalnya bekerjasama dengan perusahaan remittance yang ada di singapura, malaysia atau hongkong.

3. Menciptakan jaringan pengiriman sendiri dengan kantor cabang yang ada di domestik

4. Bekerjasama dengan beberapa Bank untuk proses settlement pengiriman uang tersebut

Pola dan mekanisme pengiriman tersebut memang tidak terbatas, masih banyak pola-pola lain yang bisa menjadi metode pengiriman uang. Yang penting adalah ketika pemohon ingin mengajukan izin terlebih dahulu konsep dan ide yang dipilih sudah jelas dan mantap.

Kenapa harus begitu? Karena setiap pemohon ketika mengajukan permohonan diminta untuk melengkapi dokumen-dokumen operasional seperti :
1. Mekanisme pengiriman uang
2. Mekanisme monitoring pengiriman uang
3. Mekanisme penyelesaian pengiriman uang jika terjadi masalah
4. Kesiapan sarana dan prasarana untuk melakukan pengiriman uang termasuk SDM, dan tempat usaha.

Dengan demikian, ingin saja tidak cukup untuk menjadi pelaku usaha KUPU. Menjadi pengusaha KUPU itu memiliki karakteristik risiko yang lebih rumit, mengingat ada uang masyarakat yang mereka terima. Persiapkan dan definisikan dengan baik, bagaimana model KUPU yang akan dipilih lalu jabarkan dengan jelas dan terang prosedur dan mekanisme pengiriman uang tersebut. Dengan demikian terdapat transparansi dalam produk yang ditawarkan oleh pelaku KUPU.



Rabu, 29 Desember 2010

Pengiriman Uang (Money Remittance) - Bag 2

Sebelum membaca artikel ini, ada baiknya membaca artikel tentang kegiatan pengiriman uang (KUPU) bagian 1. Pada artikel tersebut, kami sampaikan perkembangan pengiriman uang di Indonesia dan dunia termasuk di dalamnya tentang peluang dan pengaturan apakah Pedagang Valuta Asing boleh melakukan kegiatan usaha pengiriman uang. http://pvaberizin.blogspot.com/2010/03/pengiriman-uang-money-remittance.html

Pada artikel berikut ini, kami akan menjelaskan bahwa ada ketentuan baru sehubungan dengan cakupan usaha Pedagang Valuta Asing (PVA) Bukan Bank. PVA Bukan Bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.12/22/PBI/2010 tanggal 22 Desember 2010 tentang Pedagang Valuta Asing. Ketentuan dapat diunduh pada link berikut ini http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Moneter/pbi_122210.htm

Dalam PBI ini, PVA dibagi menjadi 2 jenis usaha yakni PVA Bukan Bank dan PVA Bukan Bank yang melakukan KUPU. Dengan demikian cakupan usaha KUPU ini sendiri adalah tambahan kegiatan usaha dari kegiatan utama yaitu jual beli uang kertas asing dan pembelian traveller's cheque.

Dalam PBI ini juga tidak diatur secara detil mengenai persyaratan untuk menjadi PVA yang melakukan KUPU karena ketentuan tersebut mengacu pada PBI KUPU yang telah ada yaitu PBI No.8/28/PBI/2006 tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang yang dapat diunduh pada link berikut ini http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Sistem+Pembayaran/pbi_82806.htm

Adapun dokumen persyaratan untuk mendapatkan izin KUPU diatur secara detil dalam surat edaran BI 10/49/DASP tanggal 24 Desember 2008 yang dapat diunduh pada link berikut ini http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Sistem+Pembayaran/se_104908.htm

Bagi PVA Bukan Bank yang sudah memiliki izin sebagai PVA saja dan ingin memperluas cakupan usahanya maka perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian. Penyesuaian yang paling utama adalah melakukan penyesuaian pada akta perusahaan khususnya pada pasal yang berhubungan dengan maksud dan tujuan persero. Pada pasal tersebut harus ditambahkan ayat yang menyatakan bahwa cakupan usaha persero adalah jual beli uang kertas asing, pembelian traveller's cheque dan melakukan KUPU.