Rabu, 20 Juli 2011

Undang-Undang Mata Uang dan Konsekuensinya

Belum lama ini, DPR dan Presiden baru saja menyetujui RUU Mata Uang yang disetujui tanggal 28 Juni 2011. Undang-Undang Mata Uang tersebut secara tegas mewajibkan seluruh transaksi keuangan menggunakan Rupiah. Apakah hal ini mempengaruhi transaksi dengan jual dan beli valuta asing?


Di Pasal 21 Undang-Undang Mata Uang No. 7 tahun 2011 disebutkan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian setiap aktivitas ekonomi wajib menggunakan Rupiah sebagai satuan mata uang. Kita mungkin paling sering melihat iklan di koran tentang harga komputer atau laptop yang dinyatakan dalam satuan mata uang Dollar. Penjual laptop atau komputer wajib menerima pembayaran dari pembeli dengan satuan Rupiah, tidak boleh memaksa pembeli untuk membayar dengan Dollar. Sanksi untuk penolakan ini adalah pidana penjara 1 tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 1.

Bagaimana implikasinya terhadap bisnis PVA? Secara bisnis PVA justru diuntungkan. Karena hal ini secara tidak langsung memperkuat pentingnya keberadaan PVA di Republik ini. Kenapa begitu? Karena setiap penduduk yang memiliki valas atau warga negara asing yang memiliki valas ketika akan melakukan transaksi pembayaran wajib menggunakan Rupiah. Namun memang belum bisa dibuktikan secara empiris bahwa UU ini akan berdampak positif karena UU ini pun baru seumur jagung.

Undang-Undang Mata Uang ini juga mempertegas bahwa Rupiah merupakan mata uang Republik Indonesia sehingga perlakuan terhadap Rupiah tidak boleh melanggar ketentuan seperti merusak atau mengubah bentuk rupiah dengan tujuan untuk merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara dapat dipidana dengan pidana penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 1milyar.

Berikut ini link untuk melihat softcopy UU Mata Uang