Sejak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak kasus-kasus korupsi yang diangkat ke meja hijau. Hal ini tidak terlepas dari peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mendukung penuh gerakan anti korupsi dengan rezim anti pencucian uang. PPATK melakukan analisis transaksi keuangan berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan oleh lembaga keuangan dalam bentuk laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai
Laporan transaksi keuangan tunai adalah seluruh transaksi yang dilakukan oleh nasabah lembaga keuangan dengan nilai lebih dari Rp 500 juta. Sedangkan laporan transaksi keuangan mencurigakan adalah laporan yang disampaikan oleh lembaga keuangan terhadap transaksi nasabah yang dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan profil nasabah.
Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP TPPU) menambahkan ketentuan baru yang memperluas mekanisme pelaporan, dari yang semula hanya berlaku bagi penyedia jasa keuangan, menjadi berlaku pula bagi penyedia barang dan/atau jasa lain di luar jasa keuangan, yaitu :
1. Perusahaan properti/agen properti;
2. Pedagang kendaraan bermotor;
3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4. Pedagang barang seni dan antik; dan
5. Balai lelang.
Perluasan pihak pelapor menjadi Penyedia Barang dan/atau Jasa (PJB) berdasarkan riset yang dilakukan oleh PPATK yang telah lama menemukan modus operandi TPPU melalui pembelian barang-barang berharga oleh para pelaku kejahatan. Para pelaku kejahatan tidak pernah membatasi diri untuk mengeksploitasi setiap celah yang bisa digunakan untuk membuat kekayaannya yang berasal dari hasil kejahatan menjadi tampak sah-melalui pencucian uang-termasuk melalui pembelian barang-barang berharga atau bernilai tinggi, seperti properti (rumah, tanah, dan aset tidak bergerak lainnya), mobil mewah, perhiasan dan logam mulia, juga barang-barang seni dan barang antik.
Tahapan pencucian uang terbagi menjadi 3 tahap yaitu placement, layering, integration. Hal ini dilakukan khusunya pada lembaga keuangan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Placement
Merupakan fase menempatkan uang yang
dihasilkan dari suatu aktifitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah
besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan
dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank atau
dipergunakan untuk membeli sejumlah instrument keuangan ( cheques, money oerders ) yang akan ditagihkan dan selanjutnya
didepositokan direkening bank yang berada di lokasi lain. Placement dapat juga
dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan
uang tunai dari suatu negara lain dan menggabungkan uang tunai yang berasal
dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.
Layering
Yang diartikan sebagai memisahkan
hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu aktifitas kejahatan yang terkait
melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses
pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil
placement ke tempat lainya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang di
desain untuk menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “ haram “ tersebut. Dapat
pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening
perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.
Integration
Merupakan upaya menetapkan landasan sebagai
suatu legitimate explanation bagi hasil kejahatan. Uang yang “ dicuci “
melalui placement maupun layering dialihkan kedalam kegiatan-kegiatan resmi
sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan
sebelumnya yang menjadi sumber uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang
telah dicuci dimasukan kembali kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan
dengan aturan hukum.
Dalam pencucian uang menyangkut modus operandi yang
dilakukan, terdapat beberapa modus yang sering digunakan, yaitu :
1.
Kerjasama Penanaman Modal
Dalam modus operandi seperti ini, maka uang hasil
kejahatan tersebut dibawa ke luar negeri, kemudian uang tersebut dimasukkan ke
dalam negeri melalui proyek-proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya keuntungan dari perusahaan joint venture tersebut diinvetasi lagi
ke dalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut
sudah merupakan uang yang bersih bahkan sudah terkena potongan pajak.
2.
Agunan Kredit
Dalam hal ini, uang hasil kejahatan diselundupkan
terlebih dahulu ke luar negeri, dimana di luar negeri tersebut uang tersebut
disimpan di bank-bank tertentu. Dari bank di luar negeri tersebut, uang
ditransfer ke bank di Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian deposito tersebut
dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di Negara lain (misalnya
salah satu bank di Eropa). Uang dari pinjaman tersebut kemudian ditanamkan
kembali ke Negara asal dimana kejahatan yang menghasilkan uang tersebut
dilakukan dan uang yang demikian sudah menjadi uang yang bersih.
3.
Tranfer ke Luar Negeri
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut ditransfer
ke luar negeri melalui cabang bank luar negeri di Negara asal kejahatan.
Selanjutnya, dari luar negeri uang tersebut dibawa kembali ke dalam negeri oleh
orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
4.
Usaha tersamar di dalam negeri
Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan
dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis
dan tidak menjadi soal apakah uang tersebut mengalami keuntungan dan kerugian.
Akan tetapi, seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan telah
mengahasilkan uang bersih.
5.
Tersamar dalam perjudian
Dalam hal ini dengan uang hasil kejahatan tersebut
didirikanlah suatu perusahaan perjudian, sehingga seolah-olah uang tersebut
sebagai hasil dari usaha judi tersebut. Atau dibeli nomor undian berhadiah
dengan nomor yang menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga
seolah-olah uang tersebut adalah hasil menangnya undian tersebut.
6.
Penyamaran dokumen
Dalam metode ini, uang tersebut tidak kemana-mana
melainkan tetap di tempat yaitu di dalam negeri. Namun demikian, keberadaan
uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau
direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang
berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa dokumen tersebut
misalnya dengan melakukan double invoice
dalam hal ekspor-impor, sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari
bisnis ekspor-impor tersebut.
7.
Pinjaman Luar Negeri
Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar
negeri. Kemudian uang tersebut dimasukkan kembali ke Negara asalnya dalam
bentuk pinjaman luar negeri. Jadi, seolah-olah uang tersebut diperoleh karena
pinjaman (bantuan kredit) luar negeri.
8.
Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut
tidak dibawa kemana-mana , tetapi tetap di Negara asal kejahatan. Namun
demikian, dibuat rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar
negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut.
Dengan beberapa modus operandi yang dilakukan oleh para
pelaku pencucian uang ini, instrument yang digunakan untuk praktek pencucian uang
tersebut mereka mempergunakan antara lain:
1.
Bank dan Lembaga Keuangan
lainnya, Banyak jasa yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya
yang dapat digunakan untuk mencuci uang hasil kejahatan. Jasa-jasa yang
ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya ini berupa jasa untuk :
a.
Penukaran uang hasil kejahatan,
misalnya menukar pecahan kecil dengan pecahan besar.
b.
Penukaran uang hasil kejahatan
dengan simpanan dengan nama palsu
c.
Penggunaan Safe Deposit Box untuk menyembunyikan uang hasil kejahatan
d.
Penggunaan fasilitas transfer,
dimana uang hasil kejahatan ditranfer ke tempat yang diinginkan.
e.
Penggunaan fasilitas transfer
dana elektronis (electronic fund transfer)
untuk membayar transaksi yang tidak sah (seperti transaksi narkotika), atau
menyimpan/ mendistribusikan hasil transaksi yang tidak legal tersebut
2.
Perusahaan swasta, untuk itu
didirikan perusahaan-perusahaan swasta dari uang hasil kejahatan untuk maksud
transaksi fiktif. Dengan demikian, seolah-olah perusahaan swasta tersebut
memberikan keuntungan yang sah.
3.
Real Estate, Pencucian uang
juga dapat dilakukan dengan cara membeli dan menyewakan real estate. Untuk memudahkan operasionalnya, para pelaku tindak
pidana pencucian uang dapat memberikan perusahaan real estate, yang akan bertindak sebagai agen atau pemborong.
4.
Deposit Taking dan Money
Changer, Keberadaan Deposit Taking
Intitution (DTI) juga merupakan
sarana yang ampuh bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pihak Deposit Taking Institution (DTI) seperti
chartered bank, trust company atau credit union, memberikan banyak kemudahan bagi para pelaku tindak pidana
pencucian uang. Misalnya saja sistem kliring
yang efisien, lokasinya yang berada dalam negara yang stabil serta ekonomis
dan politis, prinsip kerahasiaan bank yang sangat di pegang teguh, dan
lain-lain. Cara-cara pencucian uang dengan menggunakan Deposit Taking Institution (DTI), antara lain dengan cara transfer
uang melalui teleks dan surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian
obligasi pemerintah.
5.
Institusi Penanaman Modal
Asing, Pihak yang melakukan tindak pidana pencucian uang ini kadangkala
memanfaatkan pihak institusi penanaman modal asing, dimana pihak penanaman
modal asing bertindak sebagai perantara antara mafia kejahatan dengan pihak
perbankan, dan dalam hal ini nantinya uang tersebut akan didepositkan kepada
bank tersebut.
6.
Pasar Modal, dimana lembaga
pasar modalj uga merupakan tempat yang menguntungkan bagi pihak pelaku tindak pidana
pencucian uang untuk mencuci uang hasil kejahatannya misalnya dilakukan dengan
membeli efek-efek yang ditawarkan di pasar modal lewat pihak broker, dengan tetap menjaga kerahasiaan
identitas pelaku, misalnya dengan menggunakan rekening orang lain atau dapat
juga dilakukan dengan melakukan suatu penempatan dana pribadi ( private placement ) ke dalam suatu
perusahaan dimana perusahaan tersebut kemudian go public di pasar modal. Selain pasar modal, pasar uang ( baik
nasional maupun internasional ) juga sering digunakan oleh pelaku kejahatan
tindak pidana pencucian uang tersebut.
7.
Emas dan Barang Antik, dapat
juga uang hasil kejahatan dicuci atau diputihkan dengan jalan membeli emas dan
barang antic, sehingga diharapkan dengan pembelian tersebut, uang hasil
kejahatan tersebut sudah berubah bentuk. Kemudian pada waktu yang tepat, emas
dan barang antic tersebut dijadikan uang kembali sehingga setelah itu uang
tersebut sudah menjadi bersih kembali.
Dengan adanya praktek
pencucian uang ini yang dilakukan oleh para pelaku dengan mempergunakan
instrument yang biasa dilakukan serta dibarengi dengan modus operandi agar
terlaksana kegiatan pencucian uang tersebut perlu dilakukan upaya pencegahan
agar lembaga keuangan tidak digunakan sebagai sarana tempat pelaku melakukan
tindak pidana pencucian uang..